Minggu, 07 Maret 2010

Sejarah Pendidikan Masa Islam

A. Saluran Penyiaran Agama Islam di Indonesia

Dari dua kota suci Islam, yaitu Mekkah dan Madinah, agama Islam meluas ke pusat-pusat peradaban lama yang telah memiliki peradaban lembah sungai sebelumnya, yaitu Iraq di lembah Mesopotamia (Sungai Eufrat dan Tigris), Israel di lembah Yordan, dan Mesir di lembah Nil. Pada daerah-daerah baru itu, agama Islam memperoleh unsur-unsur baru yang tidak menyimpang dari kaidah yang ditentukan.

Berdasarkan asal daerah dan waktunya, penyebaran Islam dari Timur Tengah ke Indonesia dapat dibedakan atas tiga gelombang. Pertama, dari daerah Mesopotamia yang pada waktu itu terkenal sebagai Persia merupakan jalur Utara. Kedua, melalui jalur tengah, yaitu dari bagian barat lembah Yordania dan di bagian timur melalui Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang menghadap langsung ke Indonesia. Ketiga, melalui jalur selatan yang berpangkal di wilayah Mesir.

Proses penyiaran agama Islam dengan menggunakan cara pendidikan yaitu para ulama, guru-guru agama dan para kyai mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren-pesantren yang didirikan bertujuan untuk lebih mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam. Diantaranya terdapat pesantren yang didirikan oleh Raden Rakhmat dii Ampel Denta, Surabaya dan pesantren yang didirikan oleh Sunan Giri di Giri. Para santri yang mengikuti pemdidikan bukan hanya berasal dari daerah sekitar pondok pesantren itu saja, melainkan ada juga yang datang dari daerah-daerah yang sangat jauh, seperti dari daerah Maluku dan Makasar untuk belajar di Jawa.

Sistem pengajarannya adalah sistem perorangan (hoofdelijk atau individueel). Murid-murid dilarang maju satu per satu ke hadapan guru, untuk memperoleh pelajaran, sedang anak lainnya menunggu giliran. Di Eropa, sistem ini juga berlaku sampai akhir abad 18 atau permulaan abad ke 19. sering terjadi, bahwa guru memberikan hukuman fisik kepada muridnya, yang tidak ringan.

Rencana pelajaran dan jam masuk sekolah tidak diatur dengan baik. Rencana tadi lamanya lebih kurang 1 th, tetapi kadang-kadang hanya beberapa bulan saja. Gurunya sendiri juga tidak menentu. Pelajaran dimulai pagi-pagi hari dan sore hari, yaitu jam 6 dan berlangsung selkama 2 jam. Apabila guru ada keperluan lain, datangnya terlambat atau sama sekali tidak datang mengajar. Para murid tidak diharuskan membayar uang sekolah. Apabila ayah atau ibu si murid mengantarkan sekolah, umumnya membawa hadiah untuk si guru, berupa uang atau bahan makanan. Pemberian hadiah tersebut tergantung dari adapt istiadat setempat.

Hubungan batin antara guru dan murid nampak lebih tegas dalam pesantren dimana murid-murid yang umurnya lebih tua, mendapat arahan tentang ilmu ke-islaman. Murid-murid pesantren ini disebut santri, dan tinggal di suatu rumah penginapan yang disebut pondok, yang masih dalam lingkungan pondok. Apa saja yang diajarkan dalam pesantren? Mata-mata pelajaran yang penting adalah:
1. Qusul, yaitu ilmu tentang kepercayaan
2. Pekih, yaitu ilmu tentang kewajiban.

Disamping Quran juga digunakan buku-buku yang ditulis dalam bahasa Arab, dan sebagian dalam bahasa Jawa. Guru membacakan ayat-ayat, menerjemahkan dan menerangkannya. Kitab-kitab Pekih berisi segala sesuatu mengenai penghormatan terhadap Tuhan, dan pelbagai hal tentang perkawinan, hak pembagian warisan, dan kejahatan-kejahatan. Ilmu tentang hal-hal ini kurang diperhatikan oleh para santri daripada ilmu kalam, yaitu ilmu kepercayaan yang resmi dan rechzinnig (nyata dan benar).
Pembagian waktu sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Jam 5 para santri menjalankan sholat Subuh.
2. Sesudah itu, mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan seperti, membersihkan halaman, berkebun dan berladang. Perlu dicatat, bahwa guru-guru di pesantern tidak menerima gaji untuk mengganti jerih payah mereka.
3. Kalau semua pekerjaan sudah selesai, barulah pelajaran di pesantren dapat dimulai.
4. Sehabis makan siang, para santri beristirahat. Kemudian memulai pelajaran lagi, tetapi tidak melupahan kewajiban mereka untuk beribadah.
5. Pada waktu malam hari, para santri berjaga untuk menjaga keamanan pondok.

B. Perkembangan Pendidikan

Tiga lembaga pendidikan memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, yakni: langgar, pesantren, dan madrasah. Karena Islam berprinsip demokrasi, maka pengajarannya merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan tentang agama, bukan untuk memberikan pengetahuan umum.

Langgar

Pengajaran di langgar merupakan pengajaran agama permulaan. Mula-mula para santri mempelajari huruf Arab, kemudian membaca ayat-ayat Quran pertama dengan suara irama tertentu. Pelajaran diberikan dengan sistem sekepala. Guru menyebutkan sesuatu dan murid-murid menirukannya. Yang diinginkan adalah membaca Quran sampai tamat. Lamanya belajar tidak tentu, biasanya berlangsung kurang lebih satu tahun, tetapi kadang-kadang hanya diikuti benerapa bulan saja. Biasanya pelajaran diberikan pada pagi hari dan malam hari.

Uang sekolah tidak dipungut bagi pelajaran agama permulaan ini. Bila seorang murid telah menamatkan pelajarannya, maka diadakan selamatan, yang disebut khataman. Sebagai lembaga sosial langgar sangat penting artinya. Anak-anak rakyat lambat laun menyadari menjadi anggota persekutuan besar, yakni persekutuan umat Islam.

Pesantren

Pengajaran selanjutnya dan lebih mendalam diberikan di pesantren. Murid-muridnya dinamakan santri, biasanya terdiri dari anak-anak yang lebih tua dan telah memiliki pengetahuan dasar, yang mereka peroleh di langgar. Para santri, yang biasanya berasal dari berbagai daerah, dikumpulkan dalam satu ruangan yang disebut pondok (semacam asrama). Di dekat pondok ada masjid dan rumah untuk guru. Guru lazim disebut ajengan atau kyai. Adakalanya guru menerima sumbangan dari murid-muridnya, berupa uang dan bahan makanan. Sumbangan tersebut betul-betul merupakan kerelaan santrinya. Pelajaran yang paling penting adalah: - Usuluddin (pokok-pokok ajaran kepercayaan),
- Usul Fiqh (alat penggali hokum dari Quran dan Hadits),
- Fiqh (cabang dari Usuluddin),
- Ilmu Arobiyah (untuk mendalami bahasa agama).

Dalam pesantren, mata pelajaran serta lamanya belajar tidak sama. Pesantren kecildengan jumlah santri yang menetap amat sedikit lebih tepat disebut pengajian. Kebanyakan santrinya adalah anggota masyarakat yang terdekat. Dari uraian disamping maka jelaslah, bahwa pesantren (surau, rangkang) itu banyak menunjukkan persamaan dengan dengan pusat-pusat pendidikan di India. Kalau ada perbedaan, hanya terletaqk pada bahan pelajaran saja dan juga pada murid-muridnya: pengajaran Hindu hanya diberikan kepada anak-anak bangsawan saja, sedangkan pengajaran Islam diikuti oleh setiap orang yang menghendakinya.

Madrasah

Lembaga pendidikan madrasah yang didirikan dan dipeloporo oleh Nizam El Muluk, seorang menteri dari Arab, diperkenalkan dan kemudian berkembang di Jawa Timur. Pada sistem pesantren tidak terdapat standar antara satu dengan yang lain. Tetapi pada akhir abad ke 19 dan ppermulaan abad ke 20 madrasah-madrasah mulai memperkenalkan pembagian menurut tingkat kemampuan dan prestasi murid, kelompok umur, dan digunakan pula metode klasikal. Artinya, seorang guru mengajar di hadapan banyak murid dalam satu kelas.

Sistem dan metode ini sedikit banyak dipengaruhi oleh sistem baru yang menggunakan sekolah berjenjang.dalam pendidikan madrasah diutamakan keselarasan otak (perkembangan akal), hati (perkembangan perasaan dan kemauan), dan tangan (perkembangan kecekatan keterampilan). Sedangkan pelajaran-pelajaran yang diberikan meliputu tiga kelompok yaitu kelompok pelajaran agama, kelompok pelajaran pengetahuan alam, dan kelompok pelajaran kerajinan tangan.


C. Pengaruh Agama Islam

1. Bidang Pendidikan

Sampai dengan tahun 1900 himpunan buku-buku berupa suatu perpustakaan di pesantren belum ada. Buku-buku disimpan pada pemilik masing-masing, dan merupakan koleksi pribadi di antara para kyai, badal, ustadz, dan santri. Yang terpentinng adalah mengetahui isi dan hubungan antara satu buku dengan buku lainnya. Masalah ini sangat rumit. Tetapi disinilah letak kunci pembuka pengertian untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kawasan ilmu yang diajarkan dalam lingkungan pesantren.

2. Pengelolaan Lembaga Pendidikan

· Sistem

Pendidikan pengajian di pesantren Jawa Timur pada umumnya mempergunakan sistem sorogan. Antara lain di pesantren Tebuireng Jombang. Santri satu-persatu maju secara bergantian kepada kiainya mengaji salah satu kitab menurut pilihan si santri. Di sini kiai melayaninya secara individual.

· Metode

Sorogan merupakan metode penyampaian ilmu yang paling tua. Kyai memberikan tuntutan bagaimana cara membaca, menghafalkan, dan apabila telah meningkat dianjurkan pula tentang terjemahan dan tafsirnya secara mendalam.cara kedua yang dipergunakan di pesantren-pesantren Jawa Timur adalah sistem tradisional dengan metode pengajian bandongan atau balagan. Untuk santri-santri dewasa dipakai pengajian balagan. Sedangkan untuk yang muda-muda dipakai pengajian sorogan.

· Evaluasi

Sistem kenaikan jenjang pendidikan di pondok pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Pada umumnya pengajar di tingkat-tingkat yang masih berpengetahuan rendah ialah para badal (asisten kyai)

· Managemen

Pesantren-pesantren tradisional di Jawa Timur umumnya milik perseoranngan, yakni kyai yang mendirikannya. Pesantren-pesantren pada umumnya merupakan usaha perseorangan di bidang pendidikan. Tempat mengajar dan asrama seluruhnya dikendalikan dan dijalankan oleh kyai tanpa bantuan orang lain. Para santri yangh datang dan tinggal di pondok biasanya hanya membawa bekal saja, dan mereka menyiapkan sendiri makan dan minumnya. Kegiatan pesantren dapat diatur secara organisasi maupun secara individual

3. Sarana Pendidikan

Pengadaan tempat belajar mesjid, rumah kyai, asrama santri, dan lain-lainnya dahulu diadakan secara berdikari. Persyaratan kesehatan di asrama-asrama pesantren sangat menyedihkan. Hal ini dapat dijumpai hamper diseluruh pesantren di Jawa Timur. Para santri yang belajar diasramakan pada suatu kompleksyang disebut pondok. Pondok dapat dibangun atas biaya kyai yang bersangkutan ataupun atas biaya brersama dari masyarakat desa pemeluk agama Islam. Para santri disamping belajar agama, sebagia waktunya dipergunakan pula untuk bekerja diluar ruangan seperti membersihkan ruangan, halaman dan becocok tanam. Mereka pada umumnya telah dewasa dan dapat memeenuhi kebutuhaan sendiri baik dari bantuan keluarganya maupun karena telah mempunyai penghasilan sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar